Jum’at, 18 Mei
2012, pelajaran berharga aku petik dari sebuah nasihat suci, petuah yang tak
ternilai, memantik motivasi, melecut hati….. ya,saat itu aku duduk di atas
dinginnya lantai sebuah masjid yang tenang dan mneyejukkan tepatnya di shaf
kedua. Dalam masjid yang teletak di perumahan pondok safari itulah ku
tunaikan panggilan ilahi untuk melakukan sholat jum’at berjamaah. Seperti
biasa, ku tunggu detik-detik saat khotib naik mimbar, penasaran ingin segera
tahu apa yang disampaikan beliau dalam khutbahnya. Aku berharap tidak seperti
minggu2 lalu, tak sedikitpun pesan yang melintas bahkan menetap dalam hati dan
pikiranku. Bukan karena khotibnya yang begitu datar-datar saja dalam
berkhutbah, tetapi memang hamba yang penuh dosa ini selalu tergoda oleh bisikan
setan hingga akhirnya mata terpejam walau hanya sesaat.
Setelah adzan berkumandang, naiklah khotib di atas mimbar
untuk memulai membuka khutbahnya. Sebuah mukaddimah keluar dari lisannya
menghentakkan qolbu, nampak berbeda dari jum’at biasanya mungkin karena
intonasi dan gaya bahasanya yang khas membuatku semakin penasaran tema apa yang
beliau bawakan. “Cermin Sebagai Guru Kita”…….. ya, itulah mukaddimah
sekaligus tema yang beliau sampaikan kala itu. Mengapa kita perlu cermin? Lebih
jauh lagi, mengapa kita perlu bercermin? karena cermin adalah kejujuran
yang absolut. cermin menampilkan apa adanya. Rambut kita ber uban, kulit kita
keriput,tubuh kita gemuk atau kurus semua di tampakkan cermin apa adanya. Pesan
pertama aku peroleh, kejujuran…. Sudahkah kita jujur seperti
cermin?
Wahai saudara, itu hanya
sekelumit pesan di luar cermin, belum masuk ke dalam makna yang sesungguhnya.
Huruf dalam kata “cermin” itulah yang aku maksud masuk ke dalam makna yang
sesungguhnya. Huruf “C” berarti cinta pada Allah dan rasul-NYA. Jangan mengaku
cinta kalau belum berkorban. Itu yang orang katakan pada umumnya. Tapi ini
lebih dari itu, jangan terpaksa, jangan berkorban semu, laksanakan perintah,
jauhi larangan dan ikuti sunnahnya sepenuh hati. Pesan kedua aku peroleh,cinta. Selanjutnya
adalah “E” yang berarti elok. Elok juga berarti indah. Sudahkah hari-harimu
engkau isi dengan keindahan? Indah dalam berbusana, indah dalam bertingkah
laku, indah dalam bertutur kata. Pesan ketiga aku dapat, elok.
Berikutnya adalah frase “R”. sudah biasa terdengar di telinga kita pemuda –
pemudi yang pada umumnya melakukan keharaman yang disebut pacaran. Tidak jarang
mereka mengelu-elukan “romantisme”. Ya, romantisme disini
adalah romantisme yang suci, bukan dibangun di atas keharaman khalwah (baca :
pacaran). Romantisme disini diartikan sebagai sikap romantis antara suami &
istri dalam membangun rumah tangganya. Ke halal-an antara suami istri sudah
seharusnya dimanfaatkan sebaik mungkin bagaimana setiap waktu memperbarui dan
memperbaiki sikap satu sama lain. Dengan anak pun harus romantis, kepada orang
tua juga harus romantis. Sikap romantisme akan menjadikan keluarga sakinah,
mawaddah, dan warahmah.
Sampailah kita pada
frase “M” yang dimaknai oleh khotib sebagai “muhasabah”. Arti muhasabah ialah
introspeksi atau mawas atau meneliti diri. Yakni menghitung-hitung perbuatan
pada tiap tahun, tiap bulan, tiap hari bahkan setiap saat. Oleh karena
itu muhasabah ini tidak harus dilakukan pada akhir tahun,
akhir bulan. Namun perlu juga dilakukan setiap hari, bahkan setiap saat. Dengan
muhasabah, kita akan merasa kecil dihadapan Allah SWT karena kita mereneungi
dosa kita yang banyak dan amalan sholeh kita yang sedikit. Dengan begitu, kita
akan terpacu untuk meninggalkan maksiat dan senantiasa memperbanyak amalan
sholeh. Berikutnya adalah frase “I”. ketika di TPQ dulu, aku diajari tentang
apa itu rukun islam dan rukun iman. Tanpa iman, kita tak akan menjadi islam
yang sesungguhnya. Ya kata Imanitulah yang dimaksud dalam CERMIN.
Keimanan kita pada Allah,malaikat, Al-qur’an, Rasul, hari kiamat dan Qodho
& Qodhar harus kokoh sampai akhir hayat kita. Tanpa Iman, makna huruf
sebelum huruf “I” pada CERMIN tidak akan ada artinya. Iman memunculkan Takwa,
takwa membentuk kebahagiaan yang hakiki.
Sampailah
kita di penghujung huruf yaitu “N” = Niat. Perbaruilah niatmu
di setiap amalanmu karena Allah hanya Ridho pada amalan-amalanmu yang memiliki
niat yang benar. Ketika engkau hampir/ nyaris merasakan ke”futur”an dalam
Ibadah, segeralah perbarui niatmu dengan begitu api semengatmu akan tetap
berkobar, tidak akan pernah redup. Jangan sesekali engkau ibadah dengan niat
karena manusia, sebab sesungguhnya ibadahmu tersebut tidak akan ada nilainya
dihadapan Allah. Maka belajarlah pada CERMIN karena CERMIN sebagai guru
kita………..Wallahua’alam
CERMIN sebagai guru
kita......
CERMIN sebagai guru
kita………..
Jum’at, 18 Mei
2012, pelajaran berharga aku petik dari sebuah nasihat suci, petuah yang tak
ternilai, memantik motivasi, melecut hati….. ya,saat itu aku duduk di atas
dinginnya lantai sebuah masjid yang tenang dan mneyejukkan tepatnya di shaf
kedua. Dalam masjid yang teletak di perumahan pondok safari itulah ku
tunaikan panggilan ilahi untuk melakukan sholat jum’at berjamaah. Seperti
biasa, ku tunggu detik-detik saat khotib naik mimbar, penasaran ingin segera
tahu apa yang disampaikan beliau dalam khutbahnya. Aku berharap tidak seperti
minggu2 lalu, tak sedikitpun pesan yang melintas bahkan menetap dalam hati dan
pikiranku. Bukan karena khotibnya yang begitu datar-datar saja dalam
berkhutbah, tetapi memang hamba yang penuh dosa ini selalu tergoda oleh bisikan
setan hingga akhirnya mata terpejam walau hanya sesaat.
Setelah adzan berkumandang, naiklah khotib di atas mimbar
untuk memulai membuka khutbahnya. Sebuah mukaddimah keluar dari lisannya
menghentakkan qolbu, nampak berbeda dari jum’at biasanya mungkin karena
intonasi dan gaya bahasanya yang khas membuatku semakin penasaran tema apa yang
beliau bawakan. “Cermin Sebagai Guru Kita”…….. ya, itulah mukaddimah
sekaligus tema yang beliau sampaikan kala itu. Mengapa kita perlu cermin? Lebih
jauh lagi, mengapa kita perlu bercermin? karena cermin adalah kejujuran
yang absolut. cermin menampilkan apa adanya. Rambut kita ber uban, kulit kita
keriput,tubuh kita gemuk atau kurus semua di tampakkan cermin apa adanya. Pesan
pertama aku peroleh, kejujuran…. Sudahkah kita jujur seperti
cermin?
Wahai saudara, itu hanya
sekelumit pesan di luar cermin, belum masuk ke dalam makna yang sesungguhnya.
Huruf dalam kata “cermin” itulah yang aku maksud masuk ke dalam makna yang
sesungguhnya. Huruf “C” berarti cinta pada Allah dan rasul-NYA. Jangan mengaku
cinta kalau belum berkorban. Itu yang orang katakan pada umumnya. Tapi ini
lebih dari itu, jangan terpaksa, jangan berkorban semu, laksanakan perintah,
jauhi larangan dan ikuti sunnahnya sepenuh hati. Pesan kedua aku peroleh,cinta. Selanjutnya
adalah “E” yang berarti elok. Elok juga berarti indah. Sudahkah hari-harimu
engkau isi dengan keindahan? Indah dalam berbusana, indah dalam bertingkah
laku, indah dalam bertutur kata. Pesan ketiga aku dapat, elok.
Berikutnya adalah frase “R”. sudah biasa terdengar di telinga kita pemuda –
pemudi yang pada umumnya melakukan keharaman yang disebut pacaran. Tidak jarang
mereka mengelu-elukan “romantisme”. Ya, romantisme disini
adalah romantisme yang suci, bukan dibangun di atas keharaman khalwah (baca :
pacaran). Romantisme disini diartikan sebagai sikap romantis antara suami &
istri dalam membangun rumah tangganya. Ke halal-an antara suami istri sudah
seharusnya dimanfaatkan sebaik mungkin bagaimana setiap waktu memperbarui dan
memperbaiki sikap satu sama lain. Dengan anak pun harus romantis, kepada orang
tua juga harus romantis. Sikap romantisme akan menjadikan keluarga sakinah,
mawaddah, dan warahmah.
Sampailah kita pada
frase “M” yang dimaknai oleh khotib sebagai “muhasabah”. Arti muhasabah ialah
introspeksi atau mawas atau meneliti diri. Yakni menghitung-hitung perbuatan
pada tiap tahun, tiap bulan, tiap hari bahkan setiap saat. Oleh karena
itu muhasabah ini tidak harus dilakukan pada akhir tahun,
akhir bulan. Namun perlu juga dilakukan setiap hari, bahkan setiap saat. Dengan
muhasabah, kita akan merasa kecil dihadapan Allah SWT karena kita mereneungi
dosa kita yang banyak dan amalan sholeh kita yang sedikit. Dengan begitu, kita
akan terpacu untuk meninggalkan maksiat dan senantiasa memperbanyak amalan
sholeh. Berikutnya adalah frase “I”. ketika di TPQ dulu, aku diajari tentang
apa itu rukun islam dan rukun iman. Tanpa iman, kita tak akan menjadi islam
yang sesungguhnya. Ya kata Imanitulah yang dimaksud dalam CERMIN.
Keimanan kita pada Allah,malaikat, Al-qur’an, Rasul, hari kiamat dan Qodho
& Qodhar harus kokoh sampai akhir hayat kita. Tanpa Iman, makna huruf
sebelum huruf “I” pada CERMIN tidak akan ada artinya. Iman memunculkan Takwa,
takwa membentuk kebahagiaan yang hakiki.
Sampailah
kita di penghujung huruf yaitu “N” = Niat. Perbaruilah niatmu
di setiap amalanmu karena Allah hanya Ridho pada amalan-amalanmu yang memiliki
niat yang benar. Ketika engkau hampir/ nyaris merasakan ke”futur”an dalam
Ibadah, segeralah perbarui niatmu dengan begitu api semengatmu akan tetap
berkobar, tidak akan pernah redup. Jangan sesekali engkau ibadah dengan niat
karena manusia, sebab sesungguhnya ibadahmu tersebut tidak akan ada nilainya
dihadapan Allah. Maka belajarlah pada CERMIN karena CERMIN sebagai guru
kita………..Wallahua’alam
Setelah adzan berkumandang, naiklah khotib di atas mimbar untuk memulai membuka khutbahnya. Sebuah mukaddimah keluar dari lisannya menghentakkan qolbu, nampak berbeda dari jum’at biasanya mungkin karena intonasi dan gaya bahasanya yang khas membuatku semakin penasaran tema apa yang beliau bawakan. “Cermin Sebagai Guru Kita”…….. ya, itulah mukaddimah sekaligus tema yang beliau sampaikan kala itu. Mengapa kita perlu cermin? Lebih jauh lagi, mengapa kita perlu bercermin? karena cermin adalah kejujuran yang absolut. cermin menampilkan apa adanya. Rambut kita ber uban, kulit kita keriput,tubuh kita gemuk atau kurus semua di tampakkan cermin apa adanya. Pesan pertama aku peroleh, kejujuran…. Sudahkah kita jujur seperti cermin?
Setelah adzan berkumandang, naiklah khotib di atas mimbar untuk memulai membuka khutbahnya. Sebuah mukaddimah keluar dari lisannya menghentakkan qolbu, nampak berbeda dari jum’at biasanya mungkin karena intonasi dan gaya bahasanya yang khas membuatku semakin penasaran tema apa yang beliau bawakan. “Cermin Sebagai Guru Kita”…….. ya, itulah mukaddimah sekaligus tema yang beliau sampaikan kala itu. Mengapa kita perlu cermin? Lebih jauh lagi, mengapa kita perlu bercermin? karena cermin adalah kejujuran yang absolut. cermin menampilkan apa adanya. Rambut kita ber uban, kulit kita keriput,tubuh kita gemuk atau kurus semua di tampakkan cermin apa adanya. Pesan pertama aku peroleh, kejujuran…. Sudahkah kita jujur seperti cermin?
No comments:
Post a Comment