Mursyid thariqah
sekaligus musisi
Pengajian
rutin malam reboan di Kanzus Sholawat (gedung sholawat) Kota Pekalongan baru
saja usai, acara yang digelar rutin setiap pukul 19.30 – 22.00 diawali dengan
pengajian kitab Ihya Ulumuddin dibawah bimbingan KH. Akrom Sofwan Salah seorang
Mustasyar PCNU Kota Pekalongan, merupakan salah satu agenda rutin sejak sepuluh
tahun terakhir yang digagas oleh KH Musthofa Bakri, Rais Syuriah PCNU Kota
Pekalongan untuk memanfaatkan Kanzus Sholawat yang baru saja selesai dibangun.
Sesaat setelah pengajian usai, acara kemudian diisi pengajian dengan materi
agama dalam konteks kekinian oleh seorang tokoh yang terkenal dan tak asing
lagi di lingkup Pekalongan dan sekitarnya.
Maka
tak heran jika yang hadir bukan saja dari Pekalongan dan sekitarnya, akan
tetapi dari luar daerah seperti Pemalang, Batang, Tegal dan Brebes secara
berombongan menggunakan kendaraan bis maupun kendaraan roda empat lainnya.
Mereka rela duduk beralaskan koran di sepanjang jalan dr. Wahidin hanya untuk
mendengarkan wejangan dari seorang ulama kharismatik asal Pekalongan, tidak
peduli hujan maupun dinginnya malam sekalipun tak menyurutkan langkah mereka
untuk sekedar mendapatkan tetesan embun hikmah. Ribuan santri tua maupun muda
khusus untuk kaum adam belum juga melangkahkan kaki untuk pulang ke rumah
masing masing. Ternyata mereka rebutan salaman dengan sosok ulama kharismatik
yang menjadi panutannya dalam kehidupan sehari hari, baik berkaitan dengan masalah
agama maupun urusan dunia. beliau adalah Habib Muhammad Luthfi Bin
Ali Bin Hasyim bin Yahya.
Demikian
pula setiap Rabu pagi yang dikhususkan bagi ibu ibu dan remaja putri. Ribuan
jama’ah duduk bersimpuh mendengarkan dengan tekun dan khidmat kalimat demi
kalimat dari ucapan dari seorang ulama kharismatik sebagai pedoman hidup.
Bahkan tak jarang diantara mereka menyempatkan bertemu secara khusus di
kediamannya meski harus antre berjam jam untuk sekedar berkonsultasi
problematika kehidupan sehari hari. Maka rumah mewah di belakang komplek Kanzus
Sholawat yang cukup luas pun tak mampu menampung tamu tamu Habib yang datang
silih berganti selama 24 jam. Itulah gambaran aktifitas rutin sehari hari Habib
Luthfi Bin Ali Bin Yahya, seorang ulama besar yang lahir, dibesarkan dan hidup
di Kota Pekalongan.
Seabrek
jabatan yang diembannya, tak membuat Habib Luthfi merasa capek dan merasa berat
memikul amanah. Saat ini saja Habib Luthfi Bin Ali Yahya baru saja dipercaya
menjabat sebagai Ketua Umum MUI Kota Pekalongan untuk yang kedua kalinya dan
sebagai Ketua Umum MUI Jawa Tengah. Di samping beliau seorang Mursyid Thoriqoh
Sadzaliyah, juga sebagai Rais Aam dari Jam’iyyah Ahlit Thoriqoh Al Mu’tabaroh
An Nahdliyyah hasil Muktamar Thariqah ke-9 dan ke-10 yang digelar di Kota
pekalongan (salah satu Badan Otonom NU).
Berbincang
bincang dengan Abu Muhammad Bahaudin Muhammad Luthfi Bin Ali Bin Hasyim
Bin Umar Bin Toha Bin Yahya nama lengkap dari Habib Muhammad Luthfi
Bin Ali Yahya sangat mengasyikkan, terutama persoalan kethoriqohan. Menurutnya,
sejak kepengurusan Jam’iyyah Ahlit Thoriqoh Al Mu’tabaroh An Nahdliyyah dia
pegang sudah banyak kemajuan dibanding kepengurusan periode sebelumnya. Hingga
saat ini saja telah terbentuk kepengurusan tingkat wilayah sebanyak 28 Pengurus
Idaroh Wustho, kemudian tingkat cabang sebanyak 200 lebih Pengurus Idaroh
Syu’biyah.
Perkembangan
yang cukup pesat ini sungguh sangat menggembirakan, ujar Habib suatu ketika
bincang-bincang dengan NUBatik Online. Pasalnya hampir
seluruh thoriqoh berjalan dengan baik, seperti Sadzaliyah, Kholidiyah,
Naqsabandiyah, Syatariyah, Qodiriyah, Tijaniyah dan lain lain. Indikator
lainnya ialah banyaknya kaum muda yang mulai aktif sebagai pengikut thoriqoh,
“padahal mereka sebelumnya kenal saja tidak apalagi menjadi pengikut, sehingga
kesan bahwa thoriqoh hanya dapat diikuti oleh sekelompok manusia usia lanjut
mulai terkikis”.
“Yang
mesti dipahami ialah bahwa thoriqoh bukan alat berpolitik dan bukan untuk
berpolitik, akan tetapi semata mata untuk mendidik kehidupan manusia agar
berdekatan dengan Allah dan Rasul-Nya dan yang terpenting ialah meningkatkan
kesadaran sebagai manusia apa kewajibannya sebagai hamba kepada Tuhan dan
Rasul-Nya juga sesama manusia”, ujar suami dari Syarifah Salmah Binti Hasyim
Bin Yahya “Sekarang ini perkembangan thoriqoh di kalangan anak anak muda cukup
menggembirakan, seperti yang saya hadapi di Pekalongan ini, justru yang paling
banyak masuk thoriqoh dari anak anak muda”, ujarnya.
Menurut
KH. Zakaria Ansor Katib Syuriyah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota
Pekalongan yang juga orang dekat Habib menjelaskan, banyak sudah prestasi yang
ditorehkan Habib Luthfi selama menjadi pimpinan salah satu Badan Otonom NU,
antara lain berhasil menata organisasi thoriqoh dari Sabang sampai Meraoke,
seperti perkembangan thoriqoh di Sumatera Utara dan Sulawesi sangat
menggembirakan, bahkan beberapa waktu yang lalu dari Papua minta dikirimi buku
buku tentang thoriqoh. Kemudian Habib juga berhasil menertibkan silsilah sanad
thoriqoh, di samping itu juga berhasil menebas fanatisme thoriqoh yang
berdampak kepada pengerdilan thoriqoh thoriqoh yang lain dan yang lebih penting
ialah kegiatan thoriqoh menjadi lebih terbuka, sehingga banyak kaum muda yang
berminat. Kesibukan Abah (panggilan akrab Habib Luthfi) akhir-akhir ini
meningkat tajam seiring banyaknya permintaan kehadiran yang berkaitan dengan
thariqah khususnya di luar Jawa, ujarnya.
Ayah
dari As-Syarif Muhammad Bahaudin, As-Syarifah Zaenab, As-Syariyah Fatimah,
As-Syarifah Umi Hanik dan As-Syarif Husain ini lahir di Pekalongan pada tahun
1948. Beliau pernah menempuh pendidikan di Ponpes Kliwet Indramayu di usia 12
tahun dan pada saat itu sudah dipercaya kiyai sebagai salah satu ustadznya.
Kemudian nyantri di Bendo Kerep Cirebon, berikutnya mondok di Kiyai Said Tegal
dan meneruskan nyantri di Kiyai Muhammad Abdul Malik Bin Muhammad Ilyas Bin Ali
Purwokerto dan juga pernah mendapat beasiswa ke Hadramaut Yaman selama 3 tahun.
Habib
Luthfi tidak saja menjadi idola masyarakat Pekalongan dan sekitarnya. Menjelang
Pilpres tahun 2004 misalnya, Habib Luthfi kebanjiran tamu istimewa,
disebut istimewa pasalnya tamu tamu yang menyempatkan hadir di rumah Habib
Luthfi adalah para calon presiden maupun wakil presiden. Sebut saja Capres
Wiranto, Susilo Bambang Yudhoyono, Amin Rais, Puan Maharani (Putri Megawati)
dan Hamzah Haz. Sedangkan cawapresnya Sholahudin Wahid dan Hasyim Muzadi.
Dari
semua yang hadir, rata rata mereka selalu berdalih hanya silaturrahmi biasa,
tidak ada misi khusus berkaitan dengan kunjungannya. Akan tetapi aktifitas
mereka selalu dibaca sebagai upaya untuk mohon do’a restu dan minta dukungan,
apalagi diantara mereka ada yang berbicara empat mata dengan Habib, sehingga
mereka bisa diduga kehadirannya untuk keperluan pemilu yang baru saja digelar.
Tamu
habib memang datang dari berbagai kalangan, mulai dari pejabat pemerintah,
anggota dewan, pengusaha, seniman, artis hingga rakyat jelata. Dengan tekun
Habib Luthfi mendengarkan satu persatu permasalahannya, kemudian beliau
memberikan solusi sehingga mereka pun pulang dengan perasaan puas. Hal ini
diakui Wakil Walikota Pekalongan yang juga mantan Ketua PCNU Kota Pekalongan H.
Abu Almafachir juga santri Habib Luthfi. Selama 40 tahun sebagai santrinya,
ada satu hal yang sangat dikaguminya, yaitu dalam hal stamina. Beliau kuat
duduk berjam-jam untuk sekedar ngobrol dengan para tamunya, meski tamunya itu
tidak beliau kenal, ujarnya. “Abah fisiknya luar biasa, jarang sakit meski
aktifitasnya cukup tinggi, padahal makan saja tidak teratur”. Di samping itu,
Habib Luthfi tidak pernah membeda bedakan asal muasal tamu. Sehingga ratusan
tamu yang datang kediamannya setiap hari, selalu dilayani dengan sabar dan
penuh kesungguhan. Kadang mereka harus menunggu berhari hari jika Abah sedang
berada di luar kota, ujar H. Fachir selalu memanggil Abah kepada Habib Luthfi.
Pernah
suatu ketika, seorang bekas gali (geng pencuri) datang untuk bertobat dan minta
diakui sebagai santrinya Habib, tanpa banyak pertanyaan, habib langsung
membaiat gali tersebut dan kemudian diterima sebagai santrinya untuk menjadi
salah satu murid thoriqoh.
Mauludan
agenda rutin tahunan
Untuk
mengumpulkan santri santrinya yang saat ini tersebar di seluruh penjuru tanah
air, setiap bulan maulud, Habib Luthfi menggelar acara mauludan di samping
untuk memperingati hari lahir Nabi Besar Muhammad SAW, juga untuk mengumpulkan
para santrinya yang ribuan jumlahnya. Kemarin misalnya, Acara mauludan
yang digelar lebih semarak dibanding tahun tahun sebelumnya, sehingga Presiden
RI DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyempatkan hadir secara khusus
bersama menteri Kabinet Indonesia Bersatu. Apalagi beberapa kegiatan
penunjangnya seperti nikah masal, pawai panjang jimat dan pentas musik samer El
Balasik asal Jember Jawa Timur dua malam berturut turut, menjadikan suasana
peringatan terasa lebih hidup.
Bahkan,
untuk menjamu ribuan tamu yang hadir pada acara mauludan, Habib Luthfi tidak
mengalami kesulitan yang berarti. Pasalnya, segala ubo rampe hidangan seperti
kambing, beras, dan lain lain sudah disiapkan santri santrinya dari berbagai
pelosok di tanah air. Sehingga panitia tinggal mengatur dan mendistribusikan
saat acara berlangsung.
Sebegitu
pentingkah acara itu sehingga menjadi daya magnit bagi masyarakat secara luas ?
kegiatan peringatan mauludan memang tidak bisa dilepaskan dari sosok Habib
Muhammad Luthfi Bin Ali Yahya yang oleh santri santri senior di panggil abah.
Sebagai ulama berpengaruh, beliau sering menjadi rujukan pendapat, baik masalah
sosial, politik, ekonomi, budaya dan keagamaan. Sehingga rakyat jelata hingga
pejabat tinggi pun seringkali datang ketemu beliau untuk sekedar silaturrahmi
hingga minta fatwa.
Kegiatan
mauludan yang digelar pada tahun 1429 Hijriyah kemarin merupakan kegiatan rutin
tahunan santri santri Habib Luthfi. Bahkan jauh sebelumnya telah pula diadakan,
meski secara sederhana. Namun sejak delapan tahun terakhir, dimana sejak
dibangunnya gedung KANZUS SHOLAWAT yang terletak di Jalan dr. Wahidin
Pekalongan, kegiatannya semakin intensif. Tidak saja peringatan mauludan saja
yang digelar. Akan tetapi beberapa kegiatan lainnya seperti pengajian malam
reboan, Rabu pagi dan Minggu pagi selalu mengisi gedung Kanzus Sholawat.
Musik sebagai hobinya
Suatu ketika Jamal Mirdad seorang seniman musik asal Jepara mampir
ke rumah Habib Luthfi. Oleh Habib kemudian diantar ke salah satu sudut ruangan
yang berisi seperangkat alat musik dan hasil rekaman suaranya, tampak sekali
kekaguman Jamal atas suara dan kreasi musik yang dihasilkan. Pasalnya untuk
mencapai tingkat kualitas yang diperlukan hingga masuk dapur rekaman diperlukan
berbagai persiapan, ternyata Habib Luthfi tidak memerlukan waktu yang cukup
lama.
Sebagai
ulama yang sangat disegani oleh masyarakat, terutama di wilayah eks Karesidenan
Pekalongan, musik sudah merupakan bagian dari kehidupan Habib Luthfi. Apalagi
ayahndanya juga seniman musik yang amat disegani pada waktu itu, sehingga tidak
heran jika Habib Luthfi di samping ahli dibidang agama juga mahir memainkan
seperangkat alat musik, terutama piano.
Bagi
Habib, bermusik adalah sebuah sarana untuk bergaul dengan siapa saja, terutama
dengan anak anak muda dan komponen masyarakat yang heterogen, bagaimana membuat
daya tarik sehingga mereka mengikuti kita. Apalagi para pendahulu ulama salaf
juga pernah menekuni bidang musik, seperti Jamaludin Ar Rumi dengan bermusik
dapat lebih mendekatkan diri kepada sang Khaliq.
Musik
yang menurut sebagian ulama dianggap haram, justru oleh Habib Luthfi menjadi hiburan
sehari hari. Tidak saja sebagai penikmat musik, akan tetapi beliau juga ahli
memainkan alat alat musik, terutama alat musik piano / organ. Di rumahnya saat
ini saja ada seperangkat alat musik gambus yang siap dimainkan sewaktu waktu.
Bahkan untuk mengaktualisasikan hobinya, Habib Luthfi memiliki satu group musik
gambus yang biasa disebut “marawis”. Puluhan lagu lagu irama padang pasir
mengalun melalui dentingan jari jari seorang ulama besar, siap menyirami kalbu
yang gersang oleh denyut nadi kehidupan dunia yang semakin tak menentu.
Bahkan
untuk memberikan nuansa lain pada peringatan mauludan, Habib tak segan segan
memanggil group musik ternama seperti Balasyik asal Jember Jawa Timur, juga
menggelar pentas wayang kulit dengan dalang Ki Enthus Susmono dari Tegal. Maka
lengkaplah kehidupan seorang ulama Habib Luthfi Bin Ali Bin Yahya yang ahli
dalam bidang agama dan membaur dengan masyarakat dengan berbagai kemampuan yang
dimilikinya. Sesekali dalam waktu senggangnya, dirinya selalu menyempatkan menekan
tombol tut tut piano yang berada di salah satu sudut ruangan rumahnya dan
mengalunlah dentingan irama padang pasir yang cukup dikenal dan akrab di
telinga kita, baik irama klasik maupun modern.
Jabatan
jangan dicari
Penempatan
kembali muktamar toriqoh ke 10 Jam’iyyah Ahlit Thoriqoh Al Mu’tabaroh An
Nahdliyyah di Pekalongan pada bulan Maret 2005 kemarin sempat memunculkan
kecurigaan dari berbagai pihak dengan ingin tampilnya kembali Habib Muhammad
Luthfi Bin Ali Bin Yahya sebagai Rais Aam Jam’iyyah Ahlit Thoriqoh Al
Mu’tabaroh An Nahdliyyah. Pasalnya pada muktamar ke 9 lima tahun silam juga
telah digelar di tempat yang sama dan menghasilkan Habib Luthfi Bin Yahya
sebagai Rais Aam. Meski akhirnya muktamirin sepakat kembali mememilih dan
menunjuk Habib Luthfi untuk menjadi Rais Am yang kedua kalinya.
Akan
tetapi tudingan itu ditepis oleh Habib Luthfi. Yang jelas keinginan Pekalongan
sebagai tuan rumah bukan atas kehendak dirinya, akan tetapi merupakan keputusan
rapat pleno pengurus Idaroh Aliyah. Sebenarnya Lampung juga telah menyatakan
siap, akan tetapi para pengurus yang sudah sepuh sepuh itu keberatan jika
muktamar diletakkan di luar Jawa. Akhirnya Pekalongan kembali ditunjuk sebagai
tuan rumah, ujar Habib suatu ketika. Hal ini tak lain adalah semata mata demi
kemudahan pelaksanaan saja. Baginya, jabatan merupakan amanah dan tidak bisa
diminta minta. Dimanapun tempatnya, dirinya menyatakan siap diposisikan.
Pasalnya, seseorang yang ingin berjuang bukan harus pada jabatan ketua umum
saja. Artinya, pengabdian dan perjuangan dapat dilakukan seseorang sesuai
dengan kemampuannya masing masing dan saya siap mendukung siapapun yang
terpilih, ujarnya.
Bahkan
pada saat digelarnya Musyawarah Daerah (Musda) MUI Kota Pekalongan, Habib
Luthfi tidak berada di Pekalongan, beliau malah sedang ada acara di Jawa Timur.
Toh demikian seluruh peserta musda sepakat menempatkan kembali Habib Luthfi
menjadi Ketua Umum MUI Kota Pekalongan untuk yang kedua kalinya [a. mu’is]